Kamis, 12 Januari 2017

Dialog Bukit Kamboja "D.Zamawi Imron"


Pandangan Social
pada Puisi Dialog Bukit Kemboja Karya D. Zawawi Imron

Membaca puisi-puisi D. Zawawi Imron sama seperti membaca alam dan budaya bangsa Indonesia, utamanya alam dan kebudayaan Madura. Siapa yang sanggup menjelaskan bahwa penyair yang sangat produktif dalam dunia kesusastraan ini hanyalah orang kampung yang bahkan tidak pernah bergaul dengan dunia intelektual, apalagi bersentuhan dengan wacana dan kebudayaan asing. Menakjubkan memang, tanpa latar belakang pendidikan yang tinggi, Zawawi nyatanya sanggup menghasilkan puluhan puisi indah. di tahun 1995, sajaknya Dialog Bukit Kamboja keluar sebagai pemenang pertama dalam Sayembara Nasional Menulis Puisi 50 Tahun Kemerdekaan RI yang diadakan oleh salah satu stasiun swasta.  D. Zawawi Imron menjadi penulis kolom di beberapa media masa dan mejadi penyaji seminar masalah sastra, agama, dan kebudayaan. Selain itu, beliau jauga pernah mengajar di beberapa perguruan tinggi di Madura serta ikut menulis skenario Indonesia Masa Depan. Beliau juga sering menghadiri pembacaan puisi di berbagai Negara, antara lain di Singapura, Malaysia, dan Belanda.
Penulis tertarik menganalisis puisi Dialog Bukit Kamboja karya D, Zawawi Imron, Karena secara menyeluruh sajak yang berada dalam kumpulan puisi puisi Dialog Bukit Kemboja kaya akan pandangan sosial, selain itu puisi karya D. Zawawi Imron menimbulkan keingin tahuan para pembaca untuk meneliti sajak-sajak dalam kumpulan puisi “Dialog Bukit Kemboja.”
Keindahan kata-kata alam yang dijalin Zawawi dalam puisinya terasa lebih istimewa tatkala butiran kata itu disibak satu-persatu untuk menemukan kata yang tersembunyi dalam kata lain. Dengan artian, puisi Zawawi bukan hanya sekedar menghadirkan nuansa sejarah namun juga mengandung pesan-pesan kehidupan yang disamarkan, termasuk di dalamnya kumpulan puisi Dialog Bukit Kemboja. Pesan-pesan kehidupan itu tidak nampak memang, tertutup oleh indahnya jalinan kata, namun setidaknya Zawawi telah memberi bocoran bahwa Dialog Bukit Kemboja ini memang mengandung pesan-pesan dalam kehidupan.
Pada bait kedua terdapat kalimat
Seorang nenek, pandangnya tua memuat jarum cemburu
Menanyakan, mengapa aku berdoa di kubur itu”
Dalam kutipan itu terungkap bahwa seorang pemuda bertemu dengan seorang nenek yang melihatnya berdoa di makam ayahnya
“Lewat berpuluh kemarau telah kuberikan kubur didepan mu
Karena kuanggap kubur anakku”
Lalu nenek itu mengatakan bahwa sudah lama nenek itulah yang merawat kubur ayahnya yang dianggap sebagai kubur anak dari nenek itu
“Anakku mati di medan laga, dahulu
Saat Bung Tomo mengippas bendera dengan takbir
Berita ini kekal jadi sejarah: Surabaya pijar merah
Ketika itu sebuah lagu jadi agung dalam derap
Bahkan pada bercak darah yang hampir lenyap”
Nenek tersebut mengatakan bahwa anaknya telah meninggal di medan tempur saat berjuang melawan penjajah. Dalam pertempuran tersebut, melalui siaran radio, Bung Tomo membakar semangat arek-arek Suroboyo. Pertempuran yang memakan korban banyak dari pihak bangsa Indonesia ini diperingati sebagai Hari Pahlawan setiap tanggal 10 November. Peringatan itu merupakan komitmen bangsa Indonesia yang berupa penghargaan terhadap kepahlawanan rakyat Surabaya sekaligus mencerminkan tekad perjuangan seluruh bangsa Indonesia.
“Aku telah lelah mencari kuburnya dari sana kemana
Tak ketemu. Tak ada yang tahu
Sedang aku ingin ziarah menyamaian  terima kasih
Atas gugurnya : mati yang direnungkan melati
Kubur ini memadailah, untuk mewakilinya”
Terlihat dari ucapan sang  nenek yang telah lelah mencari kuburan anaknya yang tak pernah ketemu sampai sekarang, nenek hanya ingin menyampaikan rasa terimakasih kepada anaknya, karena sang nenek tak menemukan kuburan anakya maka kuburan ayah pemuda itu dianggap sebagai kuburan anaknya.
“Tapi ayahku sepi Pahlawan
Tutur orang terdekat , saat ia wafat
Jasadnya hanya satu tingkat di atas ngengat
Tapi ia tetap ayahku. Tapi ia bukan anakmu”
Pemuda tersebut mengatakan bahwa itu tetap ayahnya dan bukan anak dari nenek itu.
“Apa salahnya kalau sesekali
Kubur ayahmu kujadikan alamat rindu
Dengan ziarah, oleh harum kemboja yang berat gemuruh
Dendamku kepada musuh jadi luruh”
Nenek itu mengatakan bahwa apa salahnya jika sesekali makam ayahnya dijadikan sebagai alamat rindu untuk anaknya dengan ziarah dengan harum bunga kemboja maka dendam nenek tersebut terhadap musuh jadi gugur.
“Hormatku padamu, nenek ! karena engkau
Menyimpan rahasia wangi tanahku, tolong
Beri aku apa saja kata atau senjata !”
Lalu pemuda itu memberi hormat kepada nenek yang ditemuinya karena nenek tersebut menyimpan rahasia harum tanahya, dan pemuda tersebut meminta senjata kepada nenek.
“Aku orang tak bisa memberi, padamu bisaku Cuma meminta.
Jika engkau bambu, jadilah saja bambu runcing
Jangan sembilu, atau yang membungkuk depan sembilu”
Karena nenek tak bisa memberi dan nenek hanya bisa mengatakan jika dia kamu adalah bambu runcing yang bermaksud jadi pemuda yang bisa berdiri tegak sepertin bambu.
Pandangan sosialnya terdapat bahwa kita harus tetap menghormati serta mengenang jasa pahlawan yang telah gugur, dan sebagai generasi selanjutnya dimana setiap tanggal 10 November diadakan hari pahlawan yang bertujuan untuk mengingatnya.

Dari puisi Dialog Bukit Kemboja itu terasa harapan Zawawi supaya ciptaannya (kumpulan puisi) ini dapat diterima oleh masyarakat dan pesan-pesan kehidupan di dalamnya dapat dijadikan energi positif untuk melawan tindak kejahatan sesuai dengan hakikat kebenaran.
Mungkin untuk mengenali lebih mendalam kehebatan kumpulan puisi ini, hingga disebut sebagai kumpulan puisi terbaik oleh Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa tahun 1990, membutuhkan banyak pendekatan dan banyak penafsiran dari masing-masing puisi yang dituliskan.


Nailatul Mafazah


Tidak ada komentar:

Posting Komentar