PUISI UNTUK AYAH
Tidak, Bapak, aku tak akan kembali ke kampung. Aku mau pergi yang jauh (Gadis Pantai. hal. 269)
Sebenarnya, aku ingin kembali, Ayah
Pulang ke teduh matamu
Berenang di kolam yang kau beri nama rindu
Aku, ingin kembali
Pulang menghitung buah mangga yang ranum di halaman
Memetik tomat di belakang rumah nenek.
Tapi jalanan yang jauh, cita-cita yang panjang tak mengizinkanku,
Mereka selalu mengetuk daun pintu saat aku tertidur
Menggaruk-garuk bantal saat aku bermimpi
Aku ingin kembali ke rumah, Ayah
Tapi nasib memanggilku
Seekor kuda sembrani datang, menculikku dari alam mimpi
Membawaku terbang melintasi waktu dan dimensi kata-kata
Aku menyebut pulang, tapi ia selalu menolaknya
Aku menyebut rumah, tapi ia bilang tak pernah ada rumah
Aku sebut kampung halaman, ia bilang kampung halaman tak pernah ada
Maka aku menungganginya
Maka aku menungganginya
Menyusuri hutan-hutan jati
Melihat rumput-rumput yang terbakar di bawahnya
Menyaksikan sepur-sepur yang batuk membelah tanah Jawa
Arwah-arwah pekerja bergentayangan menuju ibu kota,
Mencipta banjir dari genangan air mata
Arwah-arwah buruh menggiring hujan air mata, mata mereka menyeret banjir
Kota yang tua telah lelah menggigil, sudah lupa bagaimana bermimpi dan bangun pagi
Hujan ingin bercerai dengan banjir
Tapi kota yang pikun membuatnya bagai cinta sejati dua anak manusia
Aku tak bisa pulang lagi, Ayah, kuda ini telah menambatkan hatiku di pelananya
Orang-orang datang ke pasar malam, satu persatu, seperti katamu
Berjudi dengan nasib, menunggu peruntungan menjadi kaya raya
Tapi seperti rambu lalu lintas yang setia, sedih dan derita selalu berpelukan dengan setia
Aku tak bisa pulang lagi, Ayah, kuda ini telah menambatkan hatiku di pelananya
Orang bilang, apa yang ada di depan manusia hanya jarak. Dan batasnya
adalah ufuk. Begitu jarak ditempuh sang ufuk menjauh. Yang tertinggal
jarak itu juga-abadi. Di depan sana ufuk yang itu juga-abadi. Tak ada
romantika cukup kuat untuk dapat menaklukan dan menggenggamnya dengan
tangan-jarak dan ufuk abadi itu
Pramoedya Ananta Toer, Anak Semua Bangsa
karya seni itu telanjang, bugil, dan terbuka akan apa yang disampaikannya, jangan takut berkarya
Kamis, 16 Juni 2016
LELAKI MACAM APA
Dia lelaki setengah gondrong, berkumis tebal namun tidak seperti lebatnya hutan, bertubuh mungil dan kian menghitam kulit ditubuhnya,mempunyai kharisma "katanya", ahhhh sudahlah kan itu hanya kata orang saja.
tidak memiliki hati si pria tersebut, dia sedang menjalin hubungan dengan teman se angkatannya, ya hubungan yang dibilang banyak pertentangan namun akan mencapai kemenangan.
dihari spesial si wanita, dia malah terbakar amarah, menghanguskan segala rencana yang dia ciptakan sendiri, bodoh sekali emang hanya karna amarah hati mengkacaukan hari wanita yang disayangnya.
bukan sebuah pemberian ucapan selamat namun deraian air mata yang berkepanjangan terus diciptakan, bagaikan hujan dimusim panas, datangnya tiba tiba tanpa ada seorang pun yang tau dia akan datang.
dia si pria sejatinya sulit sekali untuk membiarkan si wanita terus dalam kekecewaan di hari spesialnya, namun si pria sudah terbakar habis oleh amarah yang dibuatnya karena kesalahan si wanita, bukan malah mencari jalan tengah yang terjadi malah pelampiasan, dan menyudutkan wanitanya untuk merasa dia salah, padahal jika dilihat si pria lah yang salah karna menghilang tanpa ada kabar,namun apakah si wanita tidak mau menunggu, alasannya si karena terlalu kesepian, maka bullshit untuk orang-orang yang bilang jika berpasangan bagaikan dunia milik berdua, yang ada mah karena kesepian datanglah sang penghibur malam.
dengan segala cara si pria berpikir apa dan bagaimana, namun dalam upaya dia memperbaiki hubungannya dia masih dibawah amarah yang menghakiminya sendiri.
dan sampai ketika si pria beradu pendapat dengan si wanita, dengan hasil bahwa semua yang terjadi hanyalah keegosian individu belaka,
ada hikmah yang bisa diambil dari si pria ini, dimana amarah tidak akan bisa membuatmu bahagia, yang ada hanya membebani kinerja otak.
tapi adalah satu pertayaan lagi apakah si wanita malam ini bahagia ??
tunggu kelanjutannya....
akan ada pembahsan siapa pria ini dan siapa wanita ini ???
Dia lelaki setengah gondrong, berkumis tebal namun tidak seperti lebatnya hutan, bertubuh mungil dan kian menghitam kulit ditubuhnya,mempunyai kharisma "katanya", ahhhh sudahlah kan itu hanya kata orang saja.
tidak memiliki hati si pria tersebut, dia sedang menjalin hubungan dengan teman se angkatannya, ya hubungan yang dibilang banyak pertentangan namun akan mencapai kemenangan.
dihari spesial si wanita, dia malah terbakar amarah, menghanguskan segala rencana yang dia ciptakan sendiri, bodoh sekali emang hanya karna amarah hati mengkacaukan hari wanita yang disayangnya.
bukan sebuah pemberian ucapan selamat namun deraian air mata yang berkepanjangan terus diciptakan, bagaikan hujan dimusim panas, datangnya tiba tiba tanpa ada seorang pun yang tau dia akan datang.
dia si pria sejatinya sulit sekali untuk membiarkan si wanita terus dalam kekecewaan di hari spesialnya, namun si pria sudah terbakar habis oleh amarah yang dibuatnya karena kesalahan si wanita, bukan malah mencari jalan tengah yang terjadi malah pelampiasan, dan menyudutkan wanitanya untuk merasa dia salah, padahal jika dilihat si pria lah yang salah karna menghilang tanpa ada kabar,namun apakah si wanita tidak mau menunggu, alasannya si karena terlalu kesepian, maka bullshit untuk orang-orang yang bilang jika berpasangan bagaikan dunia milik berdua, yang ada mah karena kesepian datanglah sang penghibur malam.
dengan segala cara si pria berpikir apa dan bagaimana, namun dalam upaya dia memperbaiki hubungannya dia masih dibawah amarah yang menghakiminya sendiri.
dan sampai ketika si pria beradu pendapat dengan si wanita, dengan hasil bahwa semua yang terjadi hanyalah keegosian individu belaka,
ada hikmah yang bisa diambil dari si pria ini, dimana amarah tidak akan bisa membuatmu bahagia, yang ada hanya membebani kinerja otak.
tapi adalah satu pertayaan lagi apakah si wanita malam ini bahagia ??
tunggu kelanjutannya....
akan ada pembahsan siapa pria ini dan siapa wanita ini ???
HARAPAN REMAJA SURABAYA
bicara mengenai kota surabaya, maka bicara tentang kota pahlawan, ketika 10 november 1945 tepatnya di jembatan merah sursabaya jendral WS Mallaby terbunuh dengan Bambu runcing, dengan aksi nekat para pemuda se jawa timur yang berbondong bondong masuk ke wilayah surabaya untuk melakukan jihat melawan kompeni, dengan kenekatannya tersebut kompeni belanda berhasil di bumi hanguskan di surabaya.
isi
cerita tersebut mengambarkan surabaya tidak hanya membicarakan tentang
orang surabaya, tapi surabaya adalah kota terbesar kedua dan banyak
pendatang yang datang untuk mencari ilmu, berdagang dan mengadu nasib di
kota surabaya, maka dari itu pendatang dan tuan rumah khususnya rakyat
pribumi harus saling bahu membahu, gotong-royong untuk mempertahankan
kehidupan mereka dan mempertahankan tujuan mereka, tidak ada satupun
masalah yang memantik pertikaian di surabaya, apalagi jika hanya ada
unsur politik didalamnya.bicara mengenai kota surabaya, maka bicara tentang kota pahlawan, ketika 10 november 1945 tepatnya di jembatan merah sursabaya jendral WS Mallaby terbunuh dengan Bambu runcing, dengan aksi nekat para pemuda se jawa timur yang berbondong bondong masuk ke wilayah surabaya untuk melakukan jihat melawan kompeni, dengan kenekatannya tersebut kompeni belanda berhasil di bumi hanguskan di surabaya.
Selasa, 14 Juni 2016
WANITA PEMBAWA NARKOBA
ketidak sadaran akan hal kecil menimbulkan masalah yang besar, betapa tidak sadarnya aku akan hal yang seharusnya itu tidak boleh terjadi, namun pada posisi diluar kendali mata memaksa berhenti bekerja dan kepala seaakan membawa ribuan lebah, kesalahan kecil membuatku tidak bisa melupakan malam ini ( 15 juni 2016), baru semalam itu terjadi, lelaki liar berubah menjadi anak kecil dengan rintihan kesakitan, hal yang belum pernah dirasakannya selama 21 tahun, selain kepergian ayah yang saat ini mendekati 100 harinya, terdapat tamparan akan sebuah kesadaran, sadar akan wanita pembawa candu, sadar akan siapa diriku, sadar untuk mengerti apa tujuan ku datang hari ini.
hal yang mengerikan kedua setelah sakaw akan narkoba adalah pemikiran akan bahwa diriku kecanduan akan sosok dirimu, jika tidak sedang mengkomsumsimu aku akan terdiam mencari jalan bagaimana aku bisa mendapatkan kembali, membuatku menangis menahan sakit, itulah narkoba, separah apapun resikonya para pemakainya mau menaggung resiko tersebut, karena kenyamanan dan sugesti ketenangan yang didapatkannya, namun kamu bukan narkoba yang sesungguhnya yang setelah habis dipakai dibuang dan dimusnakan, namun kamu adalah wanita disetiap elok indah tubunhya harus selalu aku jaga.
malam itu narkoba membuatku menjatuhkan air mata, karna emosi yang tak tertahankan akan hasrat menahanmu untuk pergi, sakaw iya aku sakaw akan narkoba. sakwa akan candu yang terus datang, seaakan merasakan kenyamanan jika bisa beradu suasana dengannya. menghabiskan malam dalam dekapannya, menghancurkan dan membunuh waktu yang terbuang secara percuman, namun tidak ada kata percuma jika alasannya karenamu. karena waktu bersamamu kujadikan hegimoni agar membuatku diriku nyaman dan lebih nyaman lagi.
namun malam ini aku terlahir menjadi bocah SD yang takut akan pendapatnya yang tidak pernah didegarkan, karna lawannya adalah orang yang selalu dianggapnya benar, coba lapangkan dada, membuka topi dan dasio yang melekat pada tubuh kecil ini, mengikhlaskan keadaan bahwa yang kuhadapi di yang kusayang. seperti bocah SD apapun hukuman ibugurunya terhadapnya dia tidak akan berani bolos sekolah dia akan tetrap mengikuti pelajaranya dan berusaha bisa.
Minggu, 05 Juni 2016
Kopi Pahit
Tenang, tenagkan dulu hati dan perasaanmu sebelum bertemu dan bertatap muka denganku, membiarkanmu memnunggu lama bukanlah sesuatu yang kamu suka, aku tau kamu membencinya, namun diriku, ya diriku si kuala yang betah sekali bergelantungan didahan pohon untuk menutup mata dan sedikit sekali bergerak, mungkin aku juga bukan sapi yang di pecut terlebih dahulu untuk bekerja.
Kopi ini terlalu pahit sayang, ingin sekali mencicipi pesananmu, ntah apa itu namanya berwarna kuning kombinasi putih, kopi ini terlalu pahit sayang, mengalahkan pahitnya gumpalan asap yang terhisap penuh amarah, kopi ini terlalu pahit sayang, mengalahkan pahitnya dirimu untuk menerima kedatanganku.
Aku datang, melepas semua hal yang tidak kamu suka, menyimpannya di dalam tempat tersembunyi, namun aku merasa aku membohongi jati diriku, karna pahitnya kopi tidak pernah luput dari hitamnya biji kopi, pahitnya dirimu melihatku tidak pernah luput akan pilihanmu untuk berada disampingku, ataukah pilihanku yang memaksamu untyuk disampingmu.
Jahanam, maafkan kopi pahit ini sayang, terlalu jahanam untuk menambahka gula di dalam takaranya, sama saja aku menodai si pembuat kopi, ceritamu bersamaku tak semanis gula aren, pahitnya alami dan tercipta dengan sendirinya.
Ku tuang dalam lepek (alas cangkir) dengan harapan segeralah dingin kopiku, namun yang namanya kopi juga memiliki waktunya tersendiri, dari yang panas berubah menjadi dingin.
Kubermain dalam kegelisahan, ingin kubicara kepadamu kopi, sedang apakah kamu, bagaimana kondisimu, dan siapa orang yang telah menemanimu saat ini, terbungkam karna kamu hanya diam bergoyang terkena tiupan.
kopi ini terlalu pahit sayang, andai aku bisa merubah kopi menjadi manis, maka aku lakukan, namun akulah si pembuat kopi pahit ini, kopi ku tak lagi tersenyum, kopiku terdiam dalam kemunafikan, kopiku berbohong dengan alasan, kopi ku sayang untuk dibuang, aku si pembuat kopi, maka aku akan menghabiskan dengan tanggung jawab sisa ampas terakhir dalam tegukan.
kubawa pulang kopi namun berbeda dengan seelumnya, aku lebih hati-hati dalam berucap karna aku sadar suara-suaraku adalah luka bagimu, kopiku berbisik "maafkan aku", kopiku tidak pernah salah, akulah yang salah, karna kurang gula kopiku terlalu pahit sayang.
aku dan kopi pahitku terdiam.
namun kuhabiskan kopiku, karna aku harus membayar semua racikan dalam kopiku, aku memesanmu maka sudah kewajibanku untuk mengahbiskanmu.
Kopiku pahit sayang, namun akan berasa nikmat jika aku bisa menyikapnya bahwa pada dasarnya tidak ada kopi manis, semanis apapun kopi pasti memiliki ciri khas pahit tersebut.
selamat malam kopi, selamat malam sayang.
Tenang, tenagkan dulu hati dan perasaanmu sebelum bertemu dan bertatap muka denganku, membiarkanmu memnunggu lama bukanlah sesuatu yang kamu suka, aku tau kamu membencinya, namun diriku, ya diriku si kuala yang betah sekali bergelantungan didahan pohon untuk menutup mata dan sedikit sekali bergerak, mungkin aku juga bukan sapi yang di pecut terlebih dahulu untuk bekerja.
Kopi ini terlalu pahit sayang, ingin sekali mencicipi pesananmu, ntah apa itu namanya berwarna kuning kombinasi putih, kopi ini terlalu pahit sayang, mengalahkan pahitnya gumpalan asap yang terhisap penuh amarah, kopi ini terlalu pahit sayang, mengalahkan pahitnya dirimu untuk menerima kedatanganku.
Aku datang, melepas semua hal yang tidak kamu suka, menyimpannya di dalam tempat tersembunyi, namun aku merasa aku membohongi jati diriku, karna pahitnya kopi tidak pernah luput dari hitamnya biji kopi, pahitnya dirimu melihatku tidak pernah luput akan pilihanmu untuk berada disampingku, ataukah pilihanku yang memaksamu untyuk disampingmu.
Jahanam, maafkan kopi pahit ini sayang, terlalu jahanam untuk menambahka gula di dalam takaranya, sama saja aku menodai si pembuat kopi, ceritamu bersamaku tak semanis gula aren, pahitnya alami dan tercipta dengan sendirinya.
Ku tuang dalam lepek (alas cangkir) dengan harapan segeralah dingin kopiku, namun yang namanya kopi juga memiliki waktunya tersendiri, dari yang panas berubah menjadi dingin.
Kubermain dalam kegelisahan, ingin kubicara kepadamu kopi, sedang apakah kamu, bagaimana kondisimu, dan siapa orang yang telah menemanimu saat ini, terbungkam karna kamu hanya diam bergoyang terkena tiupan.
kopi ini terlalu pahit sayang, andai aku bisa merubah kopi menjadi manis, maka aku lakukan, namun akulah si pembuat kopi pahit ini, kopi ku tak lagi tersenyum, kopiku terdiam dalam kemunafikan, kopiku berbohong dengan alasan, kopi ku sayang untuk dibuang, aku si pembuat kopi, maka aku akan menghabiskan dengan tanggung jawab sisa ampas terakhir dalam tegukan.
kubawa pulang kopi namun berbeda dengan seelumnya, aku lebih hati-hati dalam berucap karna aku sadar suara-suaraku adalah luka bagimu, kopiku berbisik "maafkan aku", kopiku tidak pernah salah, akulah yang salah, karna kurang gula kopiku terlalu pahit sayang.
aku dan kopi pahitku terdiam.
namun kuhabiskan kopiku, karna aku harus membayar semua racikan dalam kopiku, aku memesanmu maka sudah kewajibanku untuk mengahbiskanmu.
Kopiku pahit sayang, namun akan berasa nikmat jika aku bisa menyikapnya bahwa pada dasarnya tidak ada kopi manis, semanis apapun kopi pasti memiliki ciri khas pahit tersebut.
selamat malam kopi, selamat malam sayang.
Menjual Nada
Bermodalkan pengetahuan akan hafalan lagu sederhana yang sering dinyayikan, aku berjalan menyusuri lorong lorong sempit menuju target operasi, berjalan menyusuri pintu-pintu warga yang terbuka dengan harapan ada penghuninya, dibuka dengan nada khas "permisi", aku mulai bernyanyi di iringi suara gitar dan jimbe (alat musik yang dipukul), bernyayi melupakan apa itu malu, putus urat malu bernyanyi dengan nada pas-pasan tapi aku beranggapan bahwa ini adalah ajang latihan, tak peduli orang suka apa tidak akan nada sumbang yang keluar bebas seperti nafas manusia, recehan demi recehan mereka lemparkan, ada yang suka ada yang terganggu dengan kedatangan kelompok musik jalanan, namun kembali pada pribadi, ikhlas apa tidak recehan adalah hasil akhirnya, langkah terus berjalan, pintu demi pintu terbunuh dengan nada sumbang, ada pula yang sudah mempersiapkan pertahanan dengan menutup pintu sebelum musisi menghampiri rumah mereka, namun kadang juga aku seperti artis yang dikerubuti anak-anak kecil, membantu dengan tepuk tangan, mereka menemaniku, senyum manis tuan rumah dengan menyodorkan tangan kangan adalah harapan semua musisi jalanan, dan rumah bisu adalah rumah yang tidak semua musisi harapkan, menghabiskan satu lagu namun tidak ada penghuni didalamnya, hanya senyum temankulah bayarannya, lorong sempit semakin sempit, matahari melihatkan dirinya sudah lelah, secara perlahan akan tergelincir digantikan rembulan, kaki terus melangkah, memperkosa waktu dengan recehan dan keringat juga lutut yang gemetaran, kita pun sudah dikejar suara suci dimana orang orang akan mengabdi tanpa mengurus duniawi lagi, begitupun dengan diriku, menghabiskan lorong terakhir dengan lecet dikaki, ya lecet dikaki dibayar dengan recehan yang berkumpul untuk di sulap menjadi puluhan, rembulan sudah menampakan busuknya, waktunya pulang dengan menyusuri jalanan, nada-nada sumbang yang terjual murah "katanya" tidak sebegitu murah namun sangat berharga jika dilakukan dengan totalitas. musisi jalanan, ya kami adalah musisi jalanan, namun kami tidak murahan walaupun hanya recehan, tidak peduli berapaun hasilnya, namun pengalaman yang tidak terlupa untuk cerita dimasa tua.
-wedang jiwo-
-wedang jiwo-
Kamis, 02 Juni 2016
jalanan jakarta
JALANAN JAKARTA
Kereta melesat
dengan syadhu meninggalkan kota kelahiran Surabaya menuju kota metropolitan
katanya. Tiba pukul 2 malam waktu
Indonesia barat, bau aroma tubuh yang kurang sedap dikarenakan aktivitas 12 jam
didalam kereta jayabaya, dengan menikmati aroma yang tak sebegitu segar seperti
Surabaya, aku berjalan mengikuti arah anak panah menunjukan pintu keluar, di
sambut hangat para pencari rejeki tuhan dengan menawarkan, bang ojek bang…,
bang ojek,.. dengan gagah aku berucap tidak terima kasih sudah ada jemputan,
bergaya bak anak desa masuk kota, menoleh kiri menoleh kanan focus pada ponsel
mencari tau dimana temannku menjeput malam ini, tak jauh dari pertokohan dekat
stasiun mereka menunggu dengan gumpulan asap rokok yang menarik hasrat untuk
menikmatinya, sudah seperti lelaki yang menjalani LDR selama 12 jam, rokok ya
menahan 12 jam, menyiksa batin untuk perokok aktif sepertiku, setelah membakar
habis rokok ditangan kiri, saatnya menuju tempat tujuan, Jakarta malam hari
jauh seperti kebanyakan orang bicarakan, berjalan lancer menikamati lampu warna
warni pergedungan tinggi, dingin dan tak sabar untuk segera beristirahat
menghabiskan malam.
alarm suara ayam tak bergeming membangunkanku di pagi hari, hanya suara mesin pesawat yang membuatku membuka telinga dan bertanya seberapa dekat aku dengan mesin pesawat kali ini, jelas terkejut aku tinggal dirumah teman di kampong makasar berdekatan dengan ladasan terbang Halim perdana kusuma, seperti yang mereka bilang Jakarta pada malam hari sepi seperti Surabaya, baru membuka mati sudah dikejutkan berita bahwa semalam di dekat tempat tinggal terjadi bentrok antar warga, inilah Jakarta kota keras penuh dengan cerita.
berniat menuju Kota Tua (KOTU), aku mengendarai motor bersama temanku, kami berenam berjalan seperti mana mestinya, pengalaman pertama berjalan menyusuri ibu kota dengan motor diatas kendaliku, klakson ketidaksabaran terus mencuat bagaikan sirine ambulance yang tidak pernah berhenti, teriakan kekesalan didalam mobil tampak jelas menghujam mukaku penuh kekesalan, apa yang salah aku pun tidak tau, apa karna gaya membawa motorku yang salah, temanku bilang “ini Jakarta bro bukan Surabaya”, semapat aku bertanya “apakah kamu sebagai warga betawi asli dianggap keberadaanmu? Mereka menjawab TIDAK” sungguh keras kota ini, kota macet, panas, penuh amarah, penuh dengan pemikiran bahwa disini kita dating untuk mencari uang, yang lemah akan mendapatkan bagian sedikit dari rejeki yang didapat.
alarm suara ayam tak bergeming membangunkanku di pagi hari, hanya suara mesin pesawat yang membuatku membuka telinga dan bertanya seberapa dekat aku dengan mesin pesawat kali ini, jelas terkejut aku tinggal dirumah teman di kampong makasar berdekatan dengan ladasan terbang Halim perdana kusuma, seperti yang mereka bilang Jakarta pada malam hari sepi seperti Surabaya, baru membuka mati sudah dikejutkan berita bahwa semalam di dekat tempat tinggal terjadi bentrok antar warga, inilah Jakarta kota keras penuh dengan cerita.
berniat menuju Kota Tua (KOTU), aku mengendarai motor bersama temanku, kami berenam berjalan seperti mana mestinya, pengalaman pertama berjalan menyusuri ibu kota dengan motor diatas kendaliku, klakson ketidaksabaran terus mencuat bagaikan sirine ambulance yang tidak pernah berhenti, teriakan kekesalan didalam mobil tampak jelas menghujam mukaku penuh kekesalan, apa yang salah aku pun tidak tau, apa karna gaya membawa motorku yang salah, temanku bilang “ini Jakarta bro bukan Surabaya”, semapat aku bertanya “apakah kamu sebagai warga betawi asli dianggap keberadaanmu? Mereka menjawab TIDAK” sungguh keras kota ini, kota macet, panas, penuh amarah, penuh dengan pemikiran bahwa disini kita dating untuk mencari uang, yang lemah akan mendapatkan bagian sedikit dari rejeki yang didapat.
Jakarta macet ya benar sekali, aku rasakan sedniri mobil melesat bagaikan motor bebek roda dua, belok kiri, belok kanan, klakson kiri, klakson kanan, hatam kiri, hatam kanan, keren bro ini Jakarta, perjalanan yang harus ditempuh selama 30 menit menjadi 90 menit, kunikamati perjalan kali ini, dengan perbedaan kota yang sangat jauh antara Surabaya dan Jakarta, busway, trans Jakarta berjajar rapi menunggu penumpang, eitss ada mobil dan motor di balik angkutan masyarakat, nekat juga demi memotong waktu perjalanan resiko nyawa tak di fikirkan kedua kali, serasa ku tenggelam dalam lambatnya motor yang aku pacu, aku tenggelam dalam tenang tak memperdulikan teriakan dalam mobil, klakson yang seperti sirine ambulance, perbedaaan ini membutuhkan adaptasi Aku rindu kampung halaman.
Langganan:
Postingan (Atom)